Gayo nama sebuah suku bangsa yang mendiami pegunungan di daerah Aceh yang populasinya berjumlah lebih kurang 85.000 jiwa. Suku Gayo secara umumnya terdapat di kab Aceh Tengah, Bener Meriah & Gayo Lues. Suku Gayo mereka dikenal taat dalam agamanya mereka beragama islam. Suku Gayo berbahas yang disebut bahasa Gayo. Sejarah di abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan orang-orang Gayo di era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah berasal dari Kesultanan Perlak. Informasi ini di dapat dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja Kejurun Bukit yg kedua- duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda. Raja Linge satu, disebutkan mempunyai empat orang anak. Yg tertua seorang perempuan bernama Empu Beru atau Datu Beru, yg lain Sebayak Lingga Ali Syah, Meurah Johan Johan Syah juga Meurah Lingga Malamsyah. Sebayak Lingga kemudian merantau ke Karo dan membuat negeri di sana dia dikenal dgn Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke daerah Aceh Besar dan membangun kerajaannya yg bernama Lam Krak atau Lam Oeii juga dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di atas didirikan Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge ,Gayo selanjutnya menjadi raja Linge turun-termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Hingga sekarang tetap terpelihara dan dihormati semua penduduk. Yang menyebabkan migrasi tidak diketahui. Namun menurut riwayat ceritakan bahwa Raja Linge lebih menyayangi anak bungsunya Meurah Mege. hingga membuat anak-anaknya yg lain lebih memilih pergi mengembara. Dinasti Lingga Adi Genali Raja Linge I di Gayo Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo Raja Meurah Johan pendiri Kesultanan Lamuri Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung pendiri Kesultanan Samudera Pasai, dan Raja Linge dua alias Marah Lingga di Gayo Raja Lingga III-XII di Gayo Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh. Di tahun 1533 terbentuklah sebuah Kerajaan Johor baru di Malaysia yg dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru itu. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau kepulauan Indonesia, Temasek juga Singapura juga sedikit wilayah Malaysia. Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Di era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era Raja Sendi Sibayak Lingga pilihan Belanda, Raja Kalilong Sibayak Lingga Kehidupan sosial Rumah Adat bangsa Gayo Pitu Ruang Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yg dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yg disebut sarak opat, terdiri dari reje raja, petue petua, imem imam, dan rayat rakyat. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dgn unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: wakil gecik, gecik, imem, dan cerdik pandai yg mewakili rakyat. kampong biasanya dihuni beberapa kelompok belah klan. Anggota- anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling kenal, dan mengembangkan hubungan tetap di berbagai upacaraadat. *** **Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yg berlaku berdasarkan tradisi ialah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yg patrilokal juelen atau matrilokal angkap. Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine keluarga inti. Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Di masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama di dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah klan. Pada masa sekarang banyak keluarga inti yg mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan mata pencaharian dengan bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat mata pencaharian yg rumit. Selain itu ada penduduk yg berkebun, menangkapikan, dan meramu dari hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini mata pencaharian yg dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Kerajinan membuat menganyam, dan membuat kramik pernah terancam punah, tapi dengan dijadikannya daerah ini sebagai daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai kembali dikembangkan lagi. Kerajinan lain yg juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas. Seni Budaya Kubur tradisional orang Gayo Suatu unsur budaya yg tidak pernah lesu di kalangan masyarakat suku Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yg terkenal, antara laintari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, pepongoten/sebuku, guru didong, dan melengkan seni berpidato berdasarkan adat. Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong